Minggu, 04 Desember 2011

Makalah Sistem Endokrin


BAB I
PENDAHULUAN
Pengaturan beberapa proses fisiologis melibatkan kerjasama struktural dan fungsional antara sistem endokrin dan sisem saraf. Banyak organ dan jaringan endokrin memiliki sel-sel saraf khusus, yang disebut sel-sel neurosekresi yang mensekresikan hormon. Bahkan hewan yang sangat berbeda seperti serangga dan vertebrata mempunyai sel-sel neurosekresi dalam otaknya yang mensekresikan hormon kedalam darah. Beberapa zat kimia mempunyai fungsi baik sebagai sistem hormon endokrin maupun sebagai sinyal dalam system saraf. Epinefrin (dikenal pula sebagai adrenalin), misalnya, berfungsi dalam tubuh vertebrata sebagai apa yang disebut hormon “fight or flight” (yang dihasilkan oleh medulla adrenal, suatu kelenjar endokrin) dan sebagai neurotransmitter yang mengirimkan pesan antara tiap neuron dalam sistem saraf.
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (duictless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk memengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Berbagai makhluk hidup mempunyai hormon untuk mengkoordinasikan kegiatan dalam tubuhnya, seperti pada insecta, Echinodermata, dan mamalia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Sistem Endokrin pada Insekta
Hampir semua hormon dihasilkan sel neurosekresi dari ganglion otak dan ganglia lainnya yang dapat ditemukan pada protoserebrum, tritoserebrum, ganglion suboesofagus dan ganglia ventral. Hewan ini diketahui juga menghasilkan sejumlah hormon yaitu :
·      Hormon otak
Hormon otak disekresikan oleh bagian otak yang pelepasannya dipengaruhi oleh  faktor makanan, cahaya, atau suhu. Adanya hormon otak menyebabkan sekresi hormone ekdison. Selain itu, hormone otak juga memicu mensekresikan hormone juvenil.
·      Juvenil hormone(JH)
Hormon ini dijumpai hampir pada semua artropoda dan krustasea. JH dipergunakan untuk mempertahankan stadium muda, sehingga apabila dalam suatu instar pradewasa dijumpai titer JH yang sangat rendah, artinya stadium larvanya menjelang selesai.
JH merupakan suatu senyawa steroid dengan gugus epoksida disalah satu ujungnya. Dikenal beberapa bentuk/macam JH, misalnya JH diol, hidro JH, metil JH, iso JH dll. Ini disebabkan karena beberapa ujung merupakan gugus yang reaktif, sehingga dalam lingkungan berbeda akan mengikat senyawa lain yang berbeda pula. Sementara itu, meski pada akhir instar pradewasa JH bisa nol sama sekali, tetapi pada stadium dewasa, JH juga kembali disintesis, dan digunakan untuk memberi tanda pada badan lemak bahwa saatnya telah tiba untuk menyusun vitellogenin, suatu senyawa kimia yang merupakan penanda dimulainya proses pemasakan telur, misalnya seperti yang dijumpai pada nyamuk.
Bioassay JH dilakukan antara lain dengan teknik RIA atau Radioimmunoassay, menggunakan vertebrata seperti misalnya tikus, ayam atau kelinci. Hewan-hewan tersebut disuntik dengan ekstrak JH dalam bentuk preparasi yang sesuai, maka akan terbentuklah antibody dalam tubuh hewan percobaan (donor antibodi). Antibodi ini spesifik untuk JH (antibodi anti JH), kemudian diisolasi. Anti JH ini dapat diberi label dengan isotop, kemudian digunakan untuk assay dalam hemolimfa serangga. Perhitungannya adalah dengan menghitung nisbah antara antibodi berlabel yang masih bebas dengan antibodi yang sudah mengikat JH, dengan menggunakan alat LSC (Liquid Scintillation Counter), [JH] dapat dihitung.
Cara kedua adalah dengan menggunakan HPLC (high pressureliquid chromatography). JH yang ada dalam hemolimf di ekstrak dengan pelarut organik (heksan-eter). Fase organiknya lalu dipartisi cair/cair (karena JH adalah lipid--steroid--, maka akan terlarut pada fasa organik). Setelah pemurnian lewat partisi kemudian disuntikkan ke HPLC. Keunggulan cara ini adalah bahwa sampel ekstrak masih tetap utuh karena tidak diuapkan (berbeda dengan GLC yang menggunakan sampel fase gas).

·      Ecdysone
Carroll Williams, tahun 1940an, menggunakan larva ngengat Saturniidae (Hyalophora cecropia dan Antherya pernyii). Penelitiannya menghasilkan hormon yang akhirnya teridentifikasi secara lengkap (ecdyson, suatu hormon molting). Temuan juga menunjukkan hubungan antara perubahan suhu dengan kondisi otak yang selanjutnya akan muncul dalam ujud diapause saat pupa, atau akan terus berkembang sehingga stadium pupa tidak mengalami diapause (Diapause Obligat, dan Diapause Fakultatif).
Ecdyson adalah suatu sterol yang biosintesisnya berasal dari kholesterol, maka dibutuhkan makanan yang cukup mengandung kholesterol supaya serangga dapat memiliki cukup ecdyson. Sementara itu pada tumbuhan sendiri dijumpai bentukan lanjut sterol yang sangat mirip ecdyson dan disebut sebagai "phytoecdyson". Bahan ini bekerjanya tidak spesifik, karena ternyata dapat digunakan oleh banyak jenis artropoda. Ecdysone dipergunakan untuk merangsang perubahan atau pergantian kulit serangga. Hormon ini bekerja antagonis dengan JH.

http://www.edmart.staff.ugm.ac.id/gambar/upload/gambar/sistem%20hormon.jpg

Hubungan antara Ecdyson dan JH dalam mengatur metamorfose
Pengaturan proses metamorfose merupakan mekanisme hormonal yang cukup rumit dan melibatkan beberapa organ secara serentak. Pada mulanya, apabila saat ganti kulit tiba, maka korpora kardiaka pada otak mengeluarkan suatu hormon tropik (hormon yang mengawali keluarnya hormon lain) ke protoraks, sehingga hormonnya disebut hormon protorakotropik.
http://www.edmart.staff.ugm.ac.id/gambar/upload/gambar/endokrin.jpg
Oleh adanya HPTT (PTTH, prothoracotropic hormone) ini, maka kelenjar protoraks akan mengeluarkan hormon à-ecdyson, karena aktivasi utusan kedua ("second messenger") AMP siklik (cAMP) yang menyebabkan dilepaskannya hormon. à-ecdyson ini kemudian akan mengaktivasi á-ecdyson, dan selanjutnya á-ecdyson menuju ke suatu reseptor protein yang berada pada integumen, dan kemudian terikat ("bound") pada reseptor tersebut. Ikatan ini menandai dimulainya sintesis protein untuk menyusun kutikula baru dan pada prosesnya menyebabkan kutikula baru dan lama saling terpisah (apolisis).
Pada waktu yang bersamaan dengan aktivasi oleh HPTT, korpora alata yang terdapat di perbatasan antara protoraks dan otak juga mulai mengeluarkan hormon yuwana (JH). Titer JH ini menentukan jenis kutikula apa yang akan disusun oleh bagian integumen. Apabila titer JH masih cukup tinggi, yang dibentuk adalah kutikula instar berikutnya. Ekskresi JH dari satu instar ke instar berikutnya makin rendah, dan pada batas titer tertentu menyebabkan yang disusun adalah kutikula pupa. Pada pupa, titer JH sudah sama dengan nol, sehingga jika kemudian terjadi pergantian kulit lagi, maka yang muncul adalah kulit serangga dewasa. Demikian yang terjadi pada ekdisis sebagai urutan kedua proses ganti kulit atau molting: kutikula lama mengelupas.
Mekanisme Kerja Hormon pada Insekta

Biosintesis  hormon ekdison
Sintesis  ekdisteroid pada serangga sangat tergantung dari steroid yang terdapat dalam  tanaman yang menjadi sumber pakannya. Hal tersebut dikarenakan serangga tidak  dapat mensintesis sendiri kolesterol yang merupakan precursor primer untuk  mensintesis ekdison.
Fitosteroid yang  terdapat pada tanaman inang serangga merupakan jenis triterpenoid, cycloartenol yang terbentuk dari siklisasi epoksida skualen. Derivasi dari cycloartenol  adalah kolesterol yang menjadi precursorekdison pada serangga, seperti pada gambar1.

Description: Derivasi dari fitosteroid

Serangga pemakan  tanaman (fitofag) akan merubah sterol tanaman C29 menjadi sterol C27  yang menjadi precursor ekdison. Selanjutnya sterol C27 tersebut  dirubah menjadi kolesterol dan kemudian menjadi 7-dehidrokolesterol, yang  menjadi perkursor 3β,14α-dihidroksi-5β-kolest-7-en-6-one. Biosintesis ekdison secara skematik terlihat  pada gambar 2 dan bentuk strukturnya terlihat pada gambar 3.

  
Description: Skema biosintetis ekdison dan 20-hidroksieksidon
  
Description: Bentuk struktur ekdison

Sintesis hormon ekdison ditriger oleh hormon  protorakisotrofik (PTTH) yang dihasilkan oleh sel neurosekretori otak. Hormon ini  tidak disimpan di dalam kelenjar protoraks, tetapi akan segera dilepaskan setelah  disintesis. PTTH yang berfungsi sebagai triger sintesis hormon ekdison ini  efeknya bersifat modulasi melalui penghambatan hormon (inhibitory hormone)  dan melalui regulasi langsung syaraf (direct neural regulation) yang  mungkin dalam bentuk stimulasi (stimulatory) atau penghambatan (inhibitory).  Pada gambar 4 terlihat mode of ection PTTH yang mentriger sintesis  hormon ekdison pada satu sel kelenjar protorak.

Description: Mode of ection PTTH pada satu sel kelenjar protorak

Pembuktian bahwa sintesis ekdison ditriger oleh  PTTH telah dilakukan oleh Carroll Willaims (1947) menggunakan metode ligasi dan  implantasi pada  Hyalophora cecropia. Dia  menunjukkan bahwa ketika otak aktif, pupa yang diikat pada bagian tengah  tubuhnya, bagian depannya akan ganti kulit menjadi imago  normal sedangkan bagian belakangnya tidak. Dia  kemudian menemukan alasannya bahwa bagian depan tersebut dapat ganti kulit dan  menjadi imago normal hanya jika otak dan kelenjar protoraknya masih aktif. Kesimpulannya  bahwa hormon dari otak akan menstimulasi kelenjar protorak untuk mengsekresikan  hormon yang menginduksi proses ganti kulit (Gambar 5). 
Description: Percobaan Carroll Willaims (1947) 

Sintesis ekdison terjadi pada kelenjar protoraks,  yang kemudian disekresikan ke dalam hemolimfa. Ekdison merupakan substansi yang  tidak larut dalam air dan diduga ditransportasikan di dalam hemolimfa dengan  cara terikat pada molekul protein. Dari hemolimfa ekdison ini akan dirubah oleh  badan lemak, epidermis, saluran pencernaan tengah (midgut) atau jaringan  lainnya menjadi ekdison yang lebih aktif yaitu 20-hidroksiekdison. Apabila  20-hidroksiekdison tidak terpakai maka di dalam tabung malpigi berubah menjadi  bahan yang akan disekresikan. Variasi hormon ekdison yang bersirkulasi di dalam  hemolimfa dapat terukur karena ada perubahan di dalam sintesis, pelepasan,  degradasi dan ekskresi. Produksi 20-hidroksiekdison akan diimbangi oleh  degradasi dan ekskresi serta konversi dalam bentuk konyugat yang sifatnya tidak  aktif. Oleh karena itu periode hormon bentuk aktif di dalam hemolimf sangat  terbatas. Konyugat ekdisteroid sering dalam bentuk fosfat atau glukosida.
Pada  gambar 6 terlihat tahapan produksi, aktifitas dan degradasi dari hormon ekdison.


Description: Prinsip tahapan produksi, aktivitas dan degradasi ekdisteroid

B.   Kelenjar protorak

Kelenjar protoraks yang merupakan tempat  disintesisnya hormon ekdison dijumpai pada stadium pradewasa serangga. Pada  serangga dewasa hormon ini terdapat pada ovari yang kaitannya dalam mengatur  perkembangan embrionik, walaupun hormon tersebut dapat dihasilkan dimana-mana  di abdomen yang diduga berasal dari oenosit. Kelenjar protoraks ini degenerasi  saat serangga bermetamorfose menjadi imago, walaupun ada yang tetap bertahan,  misalnya pada serangga Apterygota dan lokusta yang hidupnya soliter. 
Kelenjar protoraks adalah sepasang  kelenjar yang berbentuk butiran butiran seperti anggur, terletak di belakang  kepala atau pada toraks serangga, atau pada pangkal labium Thysanura (Gambar 7).  Kelenjar ini banyak disuplai oleh sel syaraf dan trakhe. Syaraf-syaraf ini  berasal dari ganglion subesophageal atau beberapa dari ganglion protoraks, pada  lipas ada hubungan syaraf yang berasal dari otak, sedang pada serangga  Hemiptera tidak ada suplai syaraf sama sekali.
  
Description: Kelenjar protorak (prothoracic gland) Cimex (a) dan Hyalophora (b)




C.  Mode  of action hormon ekdison

Hormon ekdison akan disintesis pada saat  serangga pra dewasa akan ganti kulit atau dalam proses pertumbuhan. Cara kerja  hormon ini berkaitan langsung dengan dua hormon lainnya yaitu: PTTH (prothoracicotropic hormone) dan  hormon juvenil (JH).  Keberadaan JH akan  menghambat produksi hormon ekdison dan dengan stimulasi dari PTTH makan hormon  ekdison akan disintesis, tetapi akibat dari kelimpahan hormon ekdison dalam  hemolimfa, kemudian akan menghambat produksi hormon juvenil (JH) (Gambar 8).
Description: Kandungan hormon ekdison dan JH dalam hemolimfa 
Secara umum aktifitas biokimia yang terjadi  diantara sel sangat tergantung dari adanya reseptor spesifik untuk kerja hormon  tersebut. Respon dari jaringan yang berbeda tergantung pada ada atau tidaknya  reseptor spesifik tersebut, sehingga jaringan yang berbeda akan memberi respon  pada waktu yang berbeda pula. Apabila hormon tersebut tidak bertemu dengan  reseptor spesifik pada waktu yang tepat, maka dengan segera akan didegradasi  dalam hemolimfa (Gambar 9).
Description: Tahapan kinerja hormon secara umum
 Pengaturan  kinerja ekdisteroid secara detail dari mulai disintesis sampai pada proses  aktifasi dan respon sel epidermis dapat dilihat pada gambar 10.
Description: Urutan proses kerja ekdisteroid

Sel target dari kerja ekdisteroid adalah  sel epidermis pada proses ganti kulit (molt) (Gambar 11). Karena ekdisteroid  merupakan bahan lipofilik, maka bahan tersebut dapat melewati membran sel  apabila terikat pada reseptor protein spesifik di dalam sel epidermis.  Ekdisteroid ini kemudian secara langsung akan mengaktivasi atau menginaktivasi  gen dan sintesis protein baru. 
Konsentrasi hormon ekdison pada hemolimfa sangat  menentukan apakah akan dapat mempengaruhi sel target atau tidak. Hal itu  tergantung dari konsentrasi reseptor yang ada pada sel target tersebut.
Description: Sel target dari kerja ekdisteroid
D. Proses ganti kulit serangga (molting)

Pada proses pertumbuhan serangga kutikula akan berhenti membesar karena  dibatasi oleh berakhirnya pengerasan kutikula yaitu melalui proses sklerotisasi.  Dengan demikian kutikula yang  mengeras tersebut perlu dilepaskan dan digantikan dengan yang baru. Proses  pelepasan kulit ini disebut dengan ekdisis. Proses ganti kulit  sebenarnya terdiri dari proses apolisis dan proses ekdisis yang  berakhir dengan terbentuknya instar pasca ekdisis (Gambar 12)

  
Description: Proses pertumbuhan serangga
Proses apolisis melibatkan terjadinya pemisahan lapisan epidermis dari  kutikula secara bertahap mulai dari bagian anterior menuju posterior. Proses  ini dimediasi oleh molekul 20-hidroksi ekdison. Proses ini terjadi mulai saat  instar melepaskan kutikula pada stadium pharate. Saat lepas dari  kutikula epidermis mulai melakukan pembelahan mitosis, sehingga permukaan  epidermis menjadi luas yang akan menjadi cetakan kutikula yang lebih  meluas/besar.

Proses ekdisis adalah kejadian pelepasan kutikula  tua (eksuvia) yang
  sebenarnya dan dimediasi oleh hormon eksklosi. Proses ganti  kulit terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:

1.            Awal apolisis sepanjang  anteroposterior secara bertahap

Proses apolisis ini dimulai segera setelah  terjadinya pengerasan kutikula. Pada periode aktif makan setelah terjadinya  ekdisis, kerapatan cel menurun, kutikula di atas sel epidermis meregang dan sel  epidermis menjadi bentuk squamose (pipih).

2.      Pembelahan mitosis sel-sel epidermis  (terjadi pertambahan sel dan pelipatan permukaan lapisan epidermis).

Pembelahan mitosis mulai terjadi, jumlah  sel bertambah dan meningkat tajam serta diikuti dengan bentuk sel menjadi  kolumner. Karena sel bentuknya berubah, mengakibatkan terjadinya tegangan  permukaan epidermis sehingga sel epidermis mulai terpisah dari kutikula. Mitosis  epidermal ini mendahului selesainya apolisis. Pemisahan kutikula diatasnya  epidermis ini disebut proses apolisis. Ruang apolisis  yang dibentuk antara epidermis dan kutikula  disebut rongga eksuvial atau rongga subkutikuler. Pada Collembola bagian  membran luar dari sel epidermis mengeluarkan vesikel-vesikel membentuk busa  sehingga mendorong lapisan kutikula terlepas dari epidermis. Lepasnya droplet ke dalam rongga ini dengan cara eksositosis plasma  membran.

3.      Sekresi cairan molting

Droplet tersebut diduga prekursor enzim moulting yang masih  tidak aktif. Pada beberapa spesies enzim moulting disekresikan ke dalam ruang  eksuvial setelah selesai proses apolisis. Enzim ini ada yang disekresikan dalam  bentuk granule dan pada beberapa Lepidoptera dikeluarkan dalam bentuk gel.  Ruang apolisis berangsur angsur menjadi besar karena adanya akumulasi enzim  atau cairan moulting. Enzim pencerna kutikula ini terdiri dari enzim khitinase,  protease menyerupai tripsin dan aminopeptidase. Enzim ini masih tetap belum  aktif sebelum selesainya pembentukan lapisan luar epikutikula dari kutikula  baru.

4.        Formasi epikutikula luar  pharate pada permukaan epidermis yang telah mengalami apolisis dan crenulat,  yang akan menghasilkan patokan pola permukaan kutikula pharate.

5.        Sekresi epikutikula saat serangga dalam  keadaan pharate.

6.      Aktivasi enzim cairan molting, terjadi  proses lisis endokutikula dan  terjadi penyerapan (resorpsi) endokutikula lama.

Aktivasi enzim dihubungkan dengan  terjadinya transport potassium ke dalam ruang eksuvial disertai dengan aliran  air. Cairan ini disebut cairan moulting dan mengandung komposisi ion sebagai  buffer enzim yang mengatur pH selama pencernaan kutikula. Enzim tersebut akan  mencerna seluruh lapisan kutikula yang tidak tersklerotisasi tetapi tidak ada  pengaruhnya terhadap otot-otot atau syaraf yang berhubungan dengan kutikula  lama. Produk kutikula yang tercerna ini diabsorbsi melalui mulut atau anus dan  mungkin juga secara langsung melalui integumen itu sendiri.

7.                  Deposisi calon eksokutikula  pharate

Deposisi kutikula baru berangsur-angsur  bertambah seiring dengan  pencernaan dan  penyerapan kembali kutikula lama. Keadaan ini dapat mengkonservasi 90% kutikula  lama.

8.                  Ekdisis
            Saat cairan  molting dan  hasil cernaannya diresorbsi, kutikula lama makin menipis dan lama kelamaan  habis dan meninggalkan epikutikula dan eksokutikula lama yang terpisah dari  prokutikula baru. Rongga apolisis jelas terpisah dan serangga mulai melakukan  aktivitas ekdisis. Ekdisi diawali dengan pecahnya garis ekdisis yang dapat  dilakukan dengan berbagai cara. PadaSchistocerca atau serangga lainnya,  terjadi peningkatan volume darah. Persiapan ekdisis diawali dengan menelan udara  atau air, kemudian ditelan ke dalam usus sehingga tekanan hemolimf meningkat.  Darah dipompa ke bagian toraks atau kepala dan memecahkan bagian integumen yang  tipis atau lemah. Ekdisis biasanya dimulai dari kepala atau toraks dahulu  kemudian diikuti oleh abdomen dan embelannya.

9.                  Ekspansi kutikula baru

Setelah selesai ekdisis, instar baru akan mengawali aktivitas  makan dan mulai mengawali siklus apolisis dikuti ekdisis. Kutikula baru yang  masih lentur akan mengembang sejalan dengan pertumbuhan dan perbesaran  tubuhnya. Ekspansi kutikula akan diikuti proses tanning dan akan terhenti  hingga kutikula mengeras dan segera akan melakukan moulting berikutnya.

10.              Permulaan tanning 

Enzim fenol oksidase terlibat dalam proses tanning kutikula.  Enzim ini pada awalnya berada di dalam hemolimf dalam bentuk proenzim tidak  aktif, kemudian diaktivasi oleh enzim yang berasal dari ekstrak kutikula. Ada tiga  jenis enzim profenol oksidase. Dua enzim yang  mengoksidasi L-dopa yaitu dopa oksidase dan satu enzim yang mengoksidasi dihidroksifenilalanin  (dopa) maupun tirosin (tirosin adalah substrat awal dalam tanifikasi). Struktur  protein dan enzim pada kutikula berpartisipasi dalam proses tanning  yang disebut sklerotisasi. Proses ini  melibatkan hidroksilasi tirosin menjadi dihidroksifenilalanin (DOPA) yang  didekarboksilasi menjadi dopamine dengan perantara dopa-dekarboksilase. Dopamin  kembali diasetilasi membentuk N-asetildopamin. Melalui system fenolase  N-asetildopamin dioksidasi menjadi o-Quinon yang bereaksi dengan kelompok amino  di dalam protein kutikula.

11.              Sekresi endokutikula 
12.              Sekresi lilin 
13.              Lanjutan deposisi dan  tanifikasi endokutikula 
14.              Formasi membran apolisis untuk  molting berikutnya.
Urutan proses ganti kulit tersebut di atas dapat  digambarkan seperti pada gambar 13
  
Description: Proses ganti kulit serangga
Adapun proses ganti kulit yang diatur oleh  hormon ekdison, secara biokimia dalam prosesnya disamping melibatkan beberapa  enzim juga akan melibatkan beberapa hormon lain yang bekerja secara simultan. Secara  skematik proses biokimia yang terlibat dalam proses ganti kulit tersebut  digambarkan pada gambar 14. 

Description: Skematik proses biokimia dalam ganti kulit serangga
Urutan kejadian dalam pengaturan proses apolisi  dan pembentukan kutikula adalah sebagai berikut:
  1. PTTH (prothoracicotropic hormone) akan merangsang  kelenjar protorak untuk mensintesis dan melepaskan hormon ekdison,
  2. Hormon  ekdison beredar di dalam hemolimfa,
  3. Hormon ekdison  akan mengalami hidroksilasi pada jaringan tubuh menjadi 20-hidroksiekdison,
  4. 20-hidroksiekdison mengatur gen yang akan membentuk  kutikula.
  5. Hormon  pemicu ekdisis (ecdysis trigerring hormone, ETH) merangsang pelepasan hormon eklosi (eclosion hormone, EH) dari otak,ETH juga  akan mengaktifkan perilaku pre-eklosi,
  6. Simpul  umpan-balik positif antara ETH dan EH mengakibatkan pelepasan EH  dalam jumlah besar,
  7. Pelepasan  EH terpusat merangsang pelepasan Crustacean cardioactive peptide (CCAP)  dari neuron pada ganglion ventral,EH yang  bekerja melalui hemolimfa mengakibatkan pengenyalan kutikula
  8. CCAP  mengaktifkan perilaku eklosi dan menghentikan perilaku pre-eklosi CCAP yang bekerja melalui hemolimfa  meningkatkan denyut jantung,
  9. Bursikon  mula-mula merangsang pengenyalan kutikula, kemudian mengaktifkan proses  sklerotisasi kutikula.

2.2. Sistem Endokrin Echinodermata
Echinodermata merupakan filum yang unik, dari sekitar 6000 spesies hidup, tanpa hubungan yang jelas dengan filum lain. Mereka secara radial berbentuk si\metris, dengan kerangka internal calcareous dan sistem vaskular air. Kelas yang paling dikenal terdiri dari bintang laut (Asteroidea), bintang-rapuh (Ophiuroidea), bulu babi (Echinoidea) dan teripang (Holothuroidea). Echinodermata tidak memiliki sistem kelenjar endokrin yang berkembang baik, tetapi interaksi kimia kompleks termediasi dapat terjadi antara sel. Kontrol hormon pemijahan dan pematangan pada bintang laut telah menerima banyak perhatian dan terdapat bukti bahwa pemijahan pada bulu babi juga mungkin dikendalikan oleh hormon. Sebuah perbedaan yang paling menonjol dengan kelompok invertebrata lain adalah bukti kuat bahwa vertebrata jenis steroid memainkan peran penting dalam pengendalian dan koordinasi sejumlah fungsi dalam echinodermata.
Sistem hormon-hormon sederhana pada Echinodermata antara lain :
·                      Gonad-Stimulating Substance (GSS) dihasilkan oleh syaraf radial,
·                      Maturating-Inducing Substance (MIS) disintesis oleh sel-sel folikel      ovari, dan
·                      Gonad- Inhibiting Substance (GIS) yang dibentuk oleh syaraf radial.
Mekanisme kerja hormone pada Echinodermata    
 Gonad Stimulating Substance adalah protein sederhana dengan bobot molekul sekitar 2000 sedangkan hormon folikular adalah purin 1-metiladenin (Lafont 2000). Selain hormon 1-metil adenin (MIS) pada kelompok echinodermata dan moluska ditemukan hormon vertebrate-type steroid.
Gonad moluska dan echinodermata dapat memproduksi steroid secara de novo dan sintesis steroid ini dibantu oleh enzim cytokrom P-450. Keberadaan steroid pada hewan fitofage kemungkinan juga berasal dari tumbuhan yang dimakan, oleh karena molekul steroid banyak terdapat pada tumbuhan (Lafont 2000).
Perkembangan gonad bulubabi dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin (vitelogenesis) dibawah rangsangan hormon steroid (Unuma 1999). Vitelogenesis terjadi karena adanya sinyal lingkungan yang diterima oleh syaraf radial. Sebagai respon, syaraf radial akan melepaskan GSS ( Gonad Stimulating Substance) yang akan merangsang sel-sel folikel gonad mensintesis MIS (Maturating Inducing Substance) seperti 1-metiladenin dan hormon steroid (testosteron dan estradiol) secara de novo dengan bantuan enzim cytokrom P450. Testosteron dan estradiol merangsang pelepasan nutrien ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga merangsang pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif) yang selanjutnya mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal. Akibatnya gonad berkembang hingga mencapai ukuran maksimum dan menunggu sinyal lingkungan berikutnya. Selanjutnya sinyal lingkungan diterima oleh syaraf radial, dan sebagai respon syaraf radial melepaskan neurosekresi (polipeptida) yang berperan langsung pada sel-sel folikel untuk merangsang sintesis 1-metiladenin, dan selanjutnya merangsang ovulasi, pelepasan gamet, dan tingkah laku reproduksi.
Penelitian Unuma (1999) mendapatkan hormon steroid (androstenedion, estron, dan derivatnya) dapat merangsang perkembangan gonadal dan gametogenesis pada juvenil bulubabi merah (Pseudocentrotus depressus). Jantan P. depressus berdiameter 20 mm yang diberi pakan bersteroid (androstenedion dan estron) menghasilkan IKG yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Spermatogenesis juga lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebaliknya pada betina P. depressus perlakuan pakan bersteroid tidak menunjukkan pengaruh, kemungkinan karena masih terlalu muda sehingga juvenil betina belum siap melaksanakan gametogenesis.
Tidak seperti hewan ovipar lainnya, pada bulubabi, protein yolk tidak hanya khusus pada betina. Protein yolk terakumulasi dalam pagosit nutritif sebagai sumber nutrien untuk gametogenesis, tidak hanya pada betina tetapi juga pada jantan (Unuma 1999). Akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif telah ditingkatkan oleh steroid melalui sintesis vitelogenin.

2.3. Sistem Endokrin Mamalia
Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipofisis, tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal), pankreas, ovarium, dan testis.
Sistem Endokrin














HORMON UTAMA

Hormon
Yg menghasilkan
Fungsi
Aldosteron
Kelenjar adrenal
Membantu mengatur keseimbangan garam & air dengan cara menahan garam & air serta membuang kalium
Hormon antidiuretik
(vasopresin)
Kelenjar hipofisa
  Menyebabkan ginjal menahan air
  Bersama dengan aldosteron, membantu mengendalikan tekanan darah
Kortikosteroid
Kelenjar adrenal
Memiliki efek yg luas di seluruh tubuh, terutama sebagai:
  Anti peradangan
  Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah & kekuatan otot
  Membantu mengendalikan keseimbangan garam & air
Kortikotropin
Kelenjar hipofisa
Mengendalikan pembentukan & pelepasan hormon oleh korteks adrenal
Ginjal
Merangsang pembentukan sel darah merah
Estrogen
Indung telur
Mengendalikan perkembangan ciri seksual & sistem reproduksi wanita
Glukagon
Pankreas
Meningkatkan kadar gula darah
Hormon pertumbuhan
Kelenjar hipofisa
Mengendalikan pertumbuhan & perkembangan
  Meningkatkan pembentukan protein
Insulin
Pankreas
  Menurunkan kadar gula darah
  Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein & lemak di seluruh tubuh
LH (luteinizing hormone)
FSH (follicle-stimulating hormone)
Kelenjar hipofisa
  Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma & sementum, pematangan sel telur, siklus menstruasi
  Mengendalikan ciri seksual pria & wanita (penyebaran rambut, pembentukan otot, tekstur & ketebalan kulit, suara dan bahkan mungkin sifat kepribadian)
Oksitosin
Kelenjar hipofisa
Menyebabkan kontraksi otot rahim & saluran susu di payudara
Hormon paratiroid
Kelenjar paratiroid
Mengendalikan pembentukan tulang
  Mengendalikan pelepasan kalsium & fosfat
Progesteron
Indung telur
Mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel telur yg telah dibuahi
  Mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu
Polaktin
Kelenjar hipofisa
Memulai & mempertahankan pembentukan susu di kelenjar susu
Renin & angiotensin
Ginjal
Mengendalikan tekanan darah
Hormon tiroid
Kelenjar tiroid
Mengatur pertumbuhan, pematangan & kecepatan metabolisme
TSH
(tyroid-stimulating hormone)
Kelenjar hipofisa
Merangsang pembentukan & pelepasan hormon oleh kelenjar tiroid